Deradikalisasi, Agenda Siapa?
Stanis menyebut aksi terorisme Agus Sujatno setidaknya timbul karena dua faktor, yakni faktor pendorong dan penarik. Faktor pendorongnya berkaitan dengan kabar tewasnya pemimpin ISIS, Abu Hasan al-Hashimi al-Qurashi dalam sebuah pertempuran pada 30 November 2022.
Motif tersebut diperkuat dengan motor milik pelaku yang telah ditemukan oleh polisi. Pada bagian depan motor tertempel kertas bertuliskan "KUHP: Hukum Syirik/Kafir. Perangi para penegak hukum setan QS 9:29."
Di luar itu, Stanis juga menyinggung Agus Sujatno yang tidak menjalani program deradikalisasi. Menurutnya, hal itu juga menjadi faktor yang membuat pelaku masih memiliki pemikiran ekstrem.(beritasatu.com, 9 Desember 2022)
Sementara itu Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta Majelis Ulama Indonesia kembali mengefektifkan Tim Penanggulangan Terorisme (TPT) yang sebelumnya dibentuk untuk mengurangi benih-benih terorisme. Ini disampaikan Kiai Ma'ruf karena terorisme kembali muncul setelah terjadinya bom bunuh diri di Astanaanyar, Bandung."Terorisme ini mulai lagi, dulu MUI di awal-awal membangun tim penanggulangan terorisme. (Republika, 10 Dec 2022)
Kasus bom bunuh diri yang viral di Bandung tersebut menjadi pemicu pemerintah untuk lebih menguatkan lagi deradikalisasi. Dengan pengesahan RKUHP pasal 191 RKUHP yang menyatakan bahwa makar adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut.
Aksi terorisme selalu disertai narasi negatif tentang Islam dan pencitraan buruk terhadap umatnya. Padahal jelas, proyek deradikalisasi merupakan propaganda Barat untuk menyerang Islam. Saat ini, Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat lebih sering menggunakan istilah perang melawan radikalisme ketimbang perang melawan terorisme, mungkin karena proyek perang melawan radikalisme itu mempunyai objek sasaran yang lebih luas.
Terorisme-Ekstremisme: Kampanye Barat Imperialis Melawan Islam Politik
Pasca-Perang Dingin, AS telah memilih Islam sebagai lawan ideologis yang mengancam nilai, kebijakan, dan hegemoni globalnya. AS mencanangkan “perang” baru melawan terorisme global dan menjadikannya sebagai prinsip pengorganisasian utama kebijakan luar negeri dan pertahanan Amerika.
RAN-PE adalah kebijakan Indonesia untuk merealisasikan agenda GWOT yang tertuang dalam Resolusi PBB 1 Juli 2016: (A/RES/70/291) Rencana Aksi untuk PVE (prevent violent extremism). Indonesia termasuk satu negara dari 57 negara yang memiliki RAN-PE. Dewan Keamanan PBB mendorong negara anggota melibatkan komunitas lokal dari kalangan nonpemerintah mengembangkan strategi melawan narasi ekstremisme kekerasan yang dapat memicu tindakan terorisme. Indonesia merasa wajib meratifikasi kebijakan PBB karena tak mempunyai kekuatan untuk menolak.
Alhasil kebijakan tersebut dijalankan bulat-bulat mengikuti petunjuk dan arahan kepentingan global. Di tingkat regional, kebijakan RAN-PE ini telah menjadikan Indonesia sebagai lead shepherd (pemandu) penyusunan rencana aksi regional, ASEAN Plan for Action to Prevent and Counter the Rise of Radicalization and Violent Extremism yang ditetapkan di Bali pada 3—5 April 2018 silam.
Selain itu, dalam pengembangan kebijakan penanggulangan radikalisme ini, Indonesia pun berkomitmen untuk memerangi ekstremisme kekerasan di perbatasan dan mencegah para pelaku teroris di wilayah ASEAN. Komitmen ini tertuang dalam ASEAN-Australia MoU on Cooperation to Counter International Terrorism.
Islam Pasti Menang
Kapitalisme global telah mendeklarasikan perang frontal melawan Islam. Hampir dua dekade perlawanan terhadap Islam dengan platform WoT belum menampakkan kemenangan. Berbagai pendekatan, koalisi, dan penguatan kelembagaan dibuat untuk mencabut Islam dari benak umat. Umat masih setia menggenggam Islam.
Kekuatan iman telah melahirkan dalam diri umat loyalitas (al-wala’) kepada Allah Swt. dan kebencian pada musuh-musuh Allah (al-bara’). Keduanya adalah nilai berharga bagi seorang mukmin untuk tetap dalam agamanya.
Kekuatan iman juga melahirkan ketundukan terhadap syariat dan dorongan kuat untuk melaksanakannya, hingga Islam bisa dirasakan dalam keseharian hidup umat. Ini adalah suatu keniscayaan jika umat memiliki institusi penjaga dan pelaksana syariat.
Adanya kelompok dakwah politik yang terus-menerus memperjuangkan Islam, akan memperjuangkan kebenaran. Kelompok ini akan menjaga Islam dari upaya-upaya orang kafir yang senantiasa membuat makar untuk menyesatkan umat, termasuk dalam agenda deradikalisasi dengan dalih menyelamatkan umat dari ekstremisme ataupun terorisme.
Namun, kegelapan makar kafir—dengan segala siasatnya—akan berujung pada kegagalan dan kebinasaan. “Allah Pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah: 257).
Wallahua'lam
Posting Komentar untuk "Deradikalisasi, Agenda Siapa?"