Sejarah Punahnya Singa Atlas, Hewan Buas yang Jadi Julukan Timnas Maroko


Beritaislam - Hampir seabad sesudah seorang pemburu kolonial Prancis menembak mati singa Atlas terakhir yang hidup di alam liar, pada tahun 2012 kebun binatang Maroko berjuang untuk membangkitkan subspesies terkenal itu dari ambang kepunahan.

Hewan agung, yang juga dikenal sebagai singa Berber atau singa Afrika Utara dan pernah biasa berkeliaran di seluruh Afrika utara, akhirnya dinyatakan punah pada tahun 1922 usai perburuan dan konflik yang membuatnya menghilang dari alam liar.

Tapi, beberapa puluh singa masih bertahan hidup di penangkaran, dan kebun binatang Rabat berupaya untuk menyelamatkan garis keturunan dan meningkatkan populasinya.

“Untuk waktu yang lama, dianggap bahwa spesies tersebut telah menghilang. Tapi ternyata Sultan Mohammed V (kakek raja saat ini) memiliki beberapa singa Atlas di taman pribadinya,” kata Abdul Rahim Salhi, kepala pengelola kebun binatang (03/10/2012).

Kebun yang berisi binatan eksotis sultan, yang menjadi raja saat Maroko merdeka, telah dipasok oleh suku yang memburu predator gunung dan mempersembahkannya kepada penguasa mereka sebagai penghargaan dan bukti kesetiaan.

“Setelah Maroko merdeka (tahun 1956), singa Atlas dari taman kerajaan menjadi inti kebun binatang dan menjadi simbol kebanggaan,” lanjut Salhi.

Hari ini, simbolisme ini muncul di lambang raja, yang menggambarkan dua singa melindungi mahkota, dan tim sepak bola Maroko membawa nama mereka, Singa Atlas, bersama dengan harapan bangsa pecinta sepak bola.

Singa Atlas jantan dibedakan dari surainya yang panjang dan gelap, yang menjulur ke bawah punggung dan di bawah perutnya, dan dari bentuk otot dan ketangkasannya, yang diperkirakan telah berevolusi dari kehidupannya berburu dan mendaki gunung.

Beberapa pengamat mengatakan singa Atlas lebih besar dari kerabatnya di sub-Sahara, dengan berat 225 kilogram (500 pon) atau lebih, meski klaim masih diperdebatkan.

Keunikan Singa Atlas
Singa Atlas termasuk dalam kalangan singa Afrika Utara yang dianggap unik diantara populasi singa karena morfologi dan ekologi perilaku mereka. Berbeda dari singa lain, mereka tinggal di berbagai habitat di Maghreb, wilayah yang membentang dari Pegunungan Atlas hingga Mediterania, termasuk pesisir di daratan rendah, hutan, pegunungan, dan area semi-kering di tepi Sahara.

Singa Atlas mampu beradaptasi dengan iklim sedang yang memiliki musim dingin. Mereka hidup lebih menyendiri, hal ini mungkin sebagai hasil dari lebih rendahnya populasi mangsa di habitat beriklim sedang. Meskipun begitu, singa Atlas pernah terlihat berkelompok yang hanya terdiri dari jantan, betina dan anaknya berbeda dari singa Afrika sub-Sahara yang memiliki kawanan lebih besar.


Sejarah Singa Atlas
Singa Afrika Utara, termasuk Atlas, memiliki daya tarik khusus. Rupa mereka telah diabadikan dalam lambang budaya periode Romawi, Abad Pertengahan dan Penjajahan, serta dalam identitas nasional Maroko.

Pada zaman Romawi, singa yang juga disebut Berber diangkut dari Kartago melintas wilayah kekaisaran untuk digunakan dalam permainan gladiator. Kemudian selama abad pertengahan, singa menjadi bagian koleksi hewan eksostis di kebun binatang Eropa. Pada masa itu pula singa banyak mengilhami lukisan dan patung.

Singa Afrika Utara adalah jenis singa pertama yang ditemui dan dicatat oleh peneliti kehidupan liar abad Pencerahan. Pada tahun 1800-an dan awal 1900-an, spesies hewan dari keluarga kucing ini sering dipamerkan di kebun binatang dan diawetkan di rumah-rumah orang kaya dan museum.

Sebelum abad ke-18, singa Afrika Utara masih berkeliaran secara luas di seluruh wilayah Maghreb yang bersama dengan pesisir utara Libya, merupakan wilayah asli singa. Pada abad ke-19, tindakan penguasa Turki yang menghargai mahal kepala singa berkontribusi pada penurunan jumlah singa yang tak terhitung jumlahnya di Afrika Utara bagian barat dan kemudian selama kontrol Prancis atas Aljazair, hadiah untuk untuk singa dilanjutkan dan banyak singa dibunuh antara tahun 1873 dan 1883.

Di Maroko, singa awalnya bernasib lebih baik sejak negara itu diperintah oleh sultan tetapi perburuan yang meluas pada abad ke-19 membuat singa Atlas terisolasi di daerah terpencil yang terpisah di Maroko, Aljazair, dan Tunisia. Singa terakhir di Tunisia dibunuh pada tahun 1891. Yang mengejutkan, bukti visual terakhir tentang singa Atlas di alam liar adalah foto udara tahun 1925 di Maroko dalam penerbangan Casablanca-Dakar.

Seekor singa betina yang dibunuh kemudian, pada tahun 1942 di pegunungan Atlas Tinggi Maroko, dianggap sebagai yang terakhir ditemui di alam liar. Namun, populasi kecil singa Afrika Utara tampaknya telah bertahan di Aljazair dan Maroko selama bertahun-tahun dengan penampakan sporadis hingga tahun 1960-an. Hebatnya, bukti terbaru menunjukkan singa Atlas liar benar-benar bertahan dalam jumlah kecil di Afrika Utara hingga akhir 1950-an atau awal 1960-an sebelum punah.

Kematian terakhir singa Afrika Utara dianggap sebagai akibat dari konflik militer, ketika hutan di utara Setif dihancurkan dalam Perang Prancis-Aljazair pada tahun 1958.

Hubungan Penampakan Singa dengan Konservasi di Masa Kini
Kepunahan singa Atlas memberikan pelajaran kepada kita untuk melestarikan populasi singa yang saat ini ada di Afrika Barat dan Tengah. Kisah singa Atlas mengilustrasikan bagaimana populasi mikro dapat tetap tidak terdeteksi selama beberapa generasi seperti yang diamati baru-baru ini di Gabon.

Singa dinyatakan punah di Gabon pada tahun 2006, namun seekor singa terlihat pada kamera jebak pada tahun 2017 di Taman Nasional Plateaux Batéké dan pengambilan sampel DNA selanjutnya menetapkan bahwa singa itu milik leluhur populasi Batéké .
Kurangnya penampakan singa dapat berarti upaya konservasi berhenti, namun penelitian tentang penampakan singa di masa lalu menunjukkan bahwa asumsi kegigihan lebih masuk akal.

Koneksi antara singa Maroko dan singa Barbary
Menariknya, keturunan singa Atlas mungkin ada di penangkaran saat ini, berkat para sultan dan raja Maroko, yang koleksi singanya berasal dari hewan yang diperoleh suku Berber di pegunungan Atlas.

Kaitan genetik dengan singa Atlas belum diverifikasi dan singa yang berada di Maroko belum secara resmi diakui sebagai Atlas, karena percampuran sejarah singa Maroko dengan singa sub-Sahara tidak dapat dikesampingkan.

Namun, prinsip kehati-hatian mendukung konservasi garis keturunan Maroko setidaknya sampai sains membuktikan sebaliknya. Singa Maroko yang ditangkap ditemukan di kebun binatang di Eropa, Maroko dan ‘Israel’, dengan anak singa yang baru lahir di Neuwied, Pilsen, Hannover, Erfurt, Heidelberg, Plättli, Olomouc, Port Lympne dan Rabat. Jelas, agar pembiakan menjadi tujuan, tujuannya adalah mengembalikan hewan ke alam liar, untuk mendukung kelangsungan hidup subspesies utara P. l. leo.* (Sumber: Hidayatullah)

[beritaislam.org]

Posting Komentar untuk "Sejarah Punahnya Singa Atlas, Hewan Buas yang Jadi Julukan Timnas Maroko"

Banner iklan disini