Mirisnya! Ironi HAKORDIA, Korupsi Marak Dikalangan Politisi

Ilustrasi detikcom

Beritaislam - Indah Ummu Haikal (Komunitas Muslimah Rindu Surga)

Hakordia tahun 2022 yang mengambil tema " Indonesia pulih bersatu melawan korupsi " bukan sekedar jargon, kegiatan seremonial atau upaya bersolek pemerintah untuk meraup simpati masyarakat, namun harus digunakan sebagai momentum serius pembenahan aspek politik dan hukum dari seluruh cabang kekuasaan untuk mengembalikan ruh pemberantasan korupsi.

Indonesia corruption watch ( ICW ) menyoroti pernyataan Hari anti korupsi sedunia ( Hakordia ) tahun ini layak disikapi dengan rasa berkabung atas runtuhnya komitmen negara dan robohnya harapan masyarakat.

Melihat salah satu aspek yang disoroti oleh ICW adalah tingginya angka korupsi di kalangan politisi.

Berdasarkan data penindakan KPK sepertiga pelaku korupsi yang diungkap selama 18 tahun terakhir berasal dari lingkup politik baik legislatif  ( DPR maupun DPR RI ) dan kepala daerah dengan jumlah 496 orang, ujar peneliti ICW Kurnia Ramadan dilansir dari laman resmi ICW.

Data ini semestinya menjadi alarm yang harus disambut dengan pembenahan menyeluruh pada sektor politik terutama dalam lingkup partai politik.

Begitu pekatnya korupsi di Indonesia, sungguh tidak heran jika dalam memperingkatkan negara terbaik 2022 dari US news ( 27 - 9 - 2022 ) Indonesia menempati posisi ke-30 dari 85 Negara, yang menduduki peringkat sebagai negara paling korupsi sedunia dan itu bukan suatu kebanggaan.

Korupsi adalah bencana sistemis, selama sistem sekuler yang diterapkan, kasus korupsi di Indonesia sudah dipastikan akan terus tumbuh subur, karena yang dikedepankan adalah hawa nafsu belaka.

Dan korupsi di kalangan politik bukanlah hal yang baru, justru sangat subur di kalangan politisi bahkan yang tidak korupsi justru akan dianggap aneh di dalam sistem demokrasi saat ini, karena korupsi seolah-olah sudah menjadi budaya bahkan sudah mendarah daging.

Inilah fakta buruk keseriusan pemberantasan korupsi di tengah sistem demokrasi.

Bagaimana mungkin sanksi korupsi akan memberikan efek jera pada pelakunya ?
 apa yang bisa kita harapkan dari peringatan Hakordia ini.

Hanya dalam sistem sekuler saja tindak pidana dilindungi dan tidak tuntas dalam pemberantasannya.

Sungguh berbeda dengan sistem Islam, yang menutup semua celah tindak korupsi mengantisipasi peluang korupsi dan memberikan peradilan dan sanksi yang memberikan efek jera.

Dalam sistem Islam tegas dalam memberantas korupsi yakni zawajir ( pencegah ) dan jawabir ( penebus ), agar seseorang tidak melakukan tindak kriminal maka akan diberikan sanksi agar jera dan tidak melakukannya lagi.

Dalam negara Islam mengatur agar para pejabat tidak melakukan kemaksiatan termasuk korupsi, dengan mekanisme :  melarang para pegawai negara menerima harta selain gaji atau tunjangan, contohnya suap apapun bentuknya dan tidak boleh menggunakan harta yang ada dalam tanggung jawabnya ( harta ghulul / dengan cara curang ) juga dilarang memanfaatkan jabatan atau kekuasaan untuk pribadi dan keluarga.

Dan dalam negara Islam memiliki badan pengawasan atau pemeriksaan keuangan yaitu bertugas untuk mengawasi kekayaan para pejabat negara sebelum dan sesudah menjabat dan hanya dalam negara Islam lah satu-satunya  solusi di segala aspek  yang mengedepankan ketakwaan.

Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pernah menetapkan sanksi hukuman cambuk dan penahanan dalam waktu lama terhadap koruptor (Ibn Abi Syaibah, MushannafIbn Abi Syaibah, V/528; Mushannaf Abd ar-Razaq, X/209).

Sementara di masa Khalifah Umar bin Khathabra. pernah menyita seluruh harta pejabatnya yang dicurigai sebagai hasil korupsi. (Lihat: ThabaqâtIbnSa’ad,Târîkhal-Khulafâ’ as-Suyuthi).

Sistem Islam juga sangat memperhatikan kesejahteraan para pegawainya dengan cara menerapkan sistem penggajian yang layak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Siapapun yang menjadi pegawai kami hendaklah mengambil seorang istri, jika tidak memiliki pelayan , hendaklah mengambil seorang pelayan, jika tidak mempunyai tempat tinggal hendaknya mengambil rumah.” (HR. Abu Dawud).

Dengan terpenuhinya segala kebutuhan mereka, tentunya hal ini akan cukup menekan terjadinya tindakan korupsi.

Pilar lain dalam upaya pencegahan korupsi dalam Islam adalah dengan keteladanan pemimpin. Bisa di ambilkan contoh, Khalifah Umar Bin Abdul Aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali bagi kita ketika beliau menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi karena khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya.

Beliau juga pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan negara.

Tampaknya hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di negeri ini, ketika rakyatnya banyak yang lagi kesusahan, para pejabatnya justru banyak bergelimang kemewahan.

Walhasil, inilah Islam yang mampu memberikan solusi secara sistemis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi yang menunjukkan keagungan dan keistimewaan Islam sebagai aturan dan solusi kehidupan dalam seluruh aspek kehidupan. 

Wallahu A'lam bishawab

[beritaislam.org]

Posting Komentar untuk "Mirisnya! Ironi HAKORDIA, Korupsi Marak Dikalangan Politisi"

Banner iklan disini