Kasus Kalideres, Sikap Individualistis Potret Ketidakpedulian Masyarakat Sekuler?
Pakar Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel tidak setuju mengkambing hitamkan sikap anti sosial dari keluarga yang dikenal tertutup itu. Reza mengingatkan agar jangan berasumsi bahwa sikap anti-sosial ini menjadi penyebab kematian mereka. Lihat saja pagarnya, kata Reza, melihat pagar yang dibangun setinggi itu tentu bukan tanpa alasan. Apakah mungkin lingkungan tempat mereka tinggal merupakan kategori tidak aman. Jika demikian kata dia, maka wajar apabila mereka memilih enggan bersosialisasi, enggan untuk membuka pagar terlalu sering, dan enggan untuk memasang pagar ukuran yang rendah.
Sebelumya sempat disampaikan bahwa penyebab kematian Rudiyanto Gunawan (71) yang merupakan kepala rumah tangga, istrinya K. Margaretha Gunawan (68), anaknya Dian (42), dan adik ipar Rudiyanto, Budyanto Gunawan (68) yakni akibat kelaparan.
Terkait kasus yang terjadi, Ketua RT 07/15 Perumahan Citra Garden, Tjong Tjie Xian atau dikenal dengan panggilan Asyung, membantahnya dan menyebut bahwa keluarga ini tergolong mampu sehingga narasi soal mati kelaparan tidak bisa dibenarkan.
Asyung menambahkan bahwa faktanya jika dilihat yang ada di kompleks ini, kondisi rumah jelas tergolong dalam keluarga mampu dan bukan tercatat sebagai penerima bantuan sosial. Asyung juga mengatakan bahwa keluarga tergolong tertutup dalam berinteraksi dengan warga sekitarnya, bahkan juga ke saudaranya.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi, turut angkat bicara soal penyebab kematian 1 keluarga itu. Terkait soal mati karena kelaparan, Hengki menilai hal itu belum bisa dipertanggungjawabkan. (kumparannews, 13/11/2022).
Sikap Individualistis Potret Ketidakpedulian Masyarakat Sekuler
Sunguh sangat miris karena masyarakat sekitar sangat terlambat mengetahui tewasnya tetangga mereka sekeluarga apalagi sampai tiga pekan berlalu. Semestinya ada interaksi diantara mereka sehingga saat apabila tidak terlihat aktivitas samasekali, masyarakat atau minimal Ketua RT setempat langsung cepat tanggap dan mengambil tindakan, dengan mengunjunginya misalnya.
Apalagi di era digital begini. Setidak-tidaknya, ketika anggota keluarga tersebut tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali, masih ada interaksi digital/online dengan para tetangganya. Apakah tidak ada grup komunikasi di platform WA (WhatsApp) minimal untuk warga RT setempat? Apakah tetangganya tidak ada yang berteman, menjadi follower, atau melihat statusnya sama sekali di media sosial?
Di sinilah pentingnya kita memahami hakikat manusia sebagai makhluk sosial, jelas manusia membutuhkan ruang interaksi dengan orang lain berupa proses amar makruf nahi mungkar (dakwah).
Interaksi Sosial dalam Islam
Dilansir dari MuslimahNews, Perilaku individualistis lahir dari tegaknya sistem sekuler. Tindakan individualistis yang selama ini menjadi kebanggaan sistem sekuler, dengan adanya kasus Kalideres ini, harus rela tertampar dan wajib segera gulung tikar.
Sekularisme telah memberi celah terjadinya persepsi keliru terhadap kehidupan dan interaksi sosial di tengah masyarakat. Nyatalah, tata aturan kehidupan yang tegak saat ini jauh dari aturan Zat yang menciptakan manusia sebagai makhluk sosial.
Inilah pentingnya kita memahami konsep masyarakat Islam, sebagai inkubator kehidupan yang kondusif dan sesuai fitrah kemanusiaan. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang memiliki perasaan, pemikiran, dan peraturan yang sama, dan di dalamnya terjadi interaksi sosial berdasarkan aturan Islam. Dalam Islam, interaksi ini tidak terbatas dengan yang sesama muslim, tetapi juga kepada tetangga yang nonmuslim.
Islam dengan tegas mengatur perihal adab dan tata aturan bertetangga. Islam tidak memberi ruang bagi perilaku individualistis, karena perilaku ini mengamputasi hakikat makhluk sosial pada diri manusia.
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR Muslim)
Hadis di atas jelas menganjurkan untuk berbuat baik dan memuliakan tetangga. Memperhatikan tetangga adalah bagian dari syariat Islam. Dari Abu Dzar radhiallahu anhu, Rasulullah saw. bersabda, “Jika engkau memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan perhatikanlah tetangga-tetanggamu.” (HR Muslim)
Interaksi sosial dengan tetangga dalam Islam tidak berarti kita harus selalu kepo dan nyinyir kepada tetangga. Juga tidak lantas menabrak batas-batas kehidupan khusus (hayatul khas) tetangga kita. Ada adab bertetangga yang juga harus kita perhatikan, seperti kewajiban mengetuk pintu ketika bertamu ke rumah tetangga, juga larangan mengintip melalui jendela ketika pemilik rumah belum membukakan pintunya setelah kita mengetuknya.
Allah Taala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, ‘Kembali (saja)lah,’ maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS An-Nuur [24]: 27—28)
Islam dengan aturan yang paripurna telah menempatkan semua aspek interaksi sosial secara tepat guna sehingga tata cara kehidupan tidak salah kaprah.
Khatimah
Tetangga yang baik adalah salah satu karunia Allah Taala. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan untuk berbuat baik kepada tetangga. Masih sangat banyak tuntunan lain Rasulullah saw. dalam berbagai sunnahnya terkait dengan hidup bertetangga.
Beliau saw. bersabda, “Sebaik-baik teman di sisi Allah adalah orang yang paling baik di antara mereka terhadap temannya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik di antara mereka terhadap tetangganya.’’ (HR Tirmidzi) Wallahualam bissawab.
[beritaislam.org]
Posting Komentar untuk "Kasus Kalideres, Sikap Individualistis Potret Ketidakpedulian Masyarakat Sekuler?"