Mafia Impor di Republik Koruptor Saat Pendemi Covid-19 Melanda
Foto https://www.liputan6.com |
Beritaislam - Di masa pandemi Covid-19 ini pemerintah Indonesia, terus mempertontonkan satu demi satu
ketergantungannya pada negara lain, baik pangan, alat kesehatan (impor) ataupun mencari uluran
tangan negara lain (baca: utang) guna menanggulangi dampak pandemi. Sebelumnya menang sejak
lama Indonesia kecanduan impor seperti mesin-mesin, peralatan listrik, besi dan baja, plastik d
barang dari plastik, energi termasuk pangan seperti garam, beras, bawang putih, gula dan lainnya.
Sungguh, miris melihat negara sebesar ini di tambah dengan sumber daya alam dan SDM yang
melimpah ruah namun, belum berdaulat pangan, energi, juga kesehatan, Ketergantungan Indonesia
terhadap impor dari negara lain merepresentasikan belum adanya swasembada.
Data Badan Pusat Statistik merilis total impor Indonesia sepanjang Maret 2020 tercatat US$ 13,35
miliar atau naik 15,60% dibanding Maret 2019 (detik.com). Dilansir dari okefinance (15/04/20),
barang impor dari China membanjiri Indonesia seperti buah-buahan misalnya, naik 191,41%,
makanan olahan meningkat 204,55% dan kebutuhan lainnya juga mengalami kenaikan selama
pandemi.
Dan yang terbaru saat dunia dilanda ganasnya badai Corona, Indonesia kebingungan untuk
memenuhi kebutuhan, baik alat kesehatan, bahan baku obat, maupun obat. Saat ini Tanah Air harus
beradu dengan negara lain untuk mencari bahan baku. Pasalnya, bahan baku alat kesehatan (alkes)
dan obat-obatan di Indonesia hampir 90 persen adalah impor. Hal ini disampaikan oleh Erick Thohir
Menteri BUMN, melalui live streaming di akun Instagram miliknya, Kamis (16/4/2020).
Pernyataan Menteri BUMN, Erick Thohir, diperkuat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) Bahlil Lahadalia. Ia mengungkapkan penyebab Indonesia sangat ketergantungan impor
bahan baku obat dan alat kesehatan (alkes), Bahlil menjelaskan kondisi tersebut memang sengaja
diciptakan dengan tidak membangun industrinya di dalam negeri. Tak hanya itu, Staf Khusus Menteri
BUMN Arya Sinulingga dilansir dari Tempo.co menduga ada praktik mafia alat kesehatan di Tanah
Air. Dugaan ini muncul lantaran tingginya impor Indonesia untuk produk-produk tersebut, salah
satunya ventilator.
Parahnya lagi di negeri ini tak hanya ada mafia alat-alat kesehatan tapi, juga mafia bergerak di
berbagai sektor seperti mafia migas, mafia pangan (gula, bawang putih, kedelai atau garam) dan
sektor lainnya yang memanfaatkan kebutuhan impor Indonesia. Ada suatu pergerakan yang
terencana dan sistematik yang sengaja membuat Indonesia terus bergantung pada impor.
Para mafia melakukan penimbunan barang, permainan pasar, dan fluktuasi harga dan tentunya kerja
sama dengan para pejabat dari birokrasi maupun politisi yang mencari rente ekonomi di balik bisnis
impor, ada lingkaran kolusi dan korupsi antara pejabat dan mafia. Sudah terbukti dengan
penangkapan sejumlah pejabat karena meloloskan kebijakan impor.
Namun jika kita telisik memang keberadaan mafia impor adalah hal yang lumrah dalam sistem
Kapitalisme. Karena dalam sistem Kapitalis yang bernafaskan liberalisme di bidang ekonomi maka,
tak heran jika para pengusaha diberikan kebebasan untuk mengendalikan kegiatan ekonomi seperti
perdagangan, industri, dan alat-alat produksi artinya kegiatan ekonomi dilakukan oleh pihak swasta
dan bukan pemerintah, tugas pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator.
Belum lagi tekanan global membuat Indonesia harus mengikuti protokol pasar bebas, sebuah
konsekuensi yang harus di terima Indonesia yang merupakan anggota WTO (World Trade
Organization). Sehingga negara tak dapat membatasi kegiatan ekspor dan impor. Semakin
menunjukkan Indonesia di bawah cengkeraman sistem Kapitalisme dunia
Namun solusi yang diberikan Erick Thohir agar terbebas dari mafia alkes dengan menggandeng
investor untuk membangun industri alkes sehingga menggenjot produksi lokal. Namun ini sama saja
bahayanya karena kembali bergantung pada investor. Lagi-lagi solusi berwatak Kapitalisme yang
diberikan, dengan menyerahkan kebutuhan pasar kepada swasta.
Ini adalah sebuah ancaman kedaulatan untuk Indonesia ketika hampir segala sektor masih
bergantung pada negara lain. Akibatnya Indonesia belum dapat dikatakan negara yang mandiri,
karena ada tiga bagian utama yang dapat dijadikan penilaian kemandirian sebuah negara. Pangan,
energi, dan ekonomi. Tiga bagian yang merupakan sektor penting dalam urat nadi sebuah negara.
Maka agar Indonesia dapat berdaulat dan mandiri hal yang dapat dilakukan adalah membuat negeri
ini memiliki kemandirian ekonomi yang kuat karena kemandirian ekonomi, Indonesia mampu
membangun industri alat kesehatan, baja, farmasi, membangun sarana dan prasarana agar negeri ini
dapat swasembada, dan membangun sektor lainnya tanpa bantuan investor yang menjerat dengan
utang ribawi.
Kekuatan ekonomi dapat diperoleh dengan mengambil alih SDA yang dikuasai swasta. Kemudian
Indonesia mengelola SDA tersebut sehingga diperoleh profit yang tak sedikit. Namun lagi-lagi hal
demikian tak akan terealisasi jika Indonesia terus membebek pada sistem Kapitalisme yang
menjadikan barat sebagai kiblat roda perekonomian. Dalam sistem ini liberalisasi SDA adalah sebuah
keniscayaan. Investor diundang untuk mengeruk SDA dengan dalih kita tak mampu mengelola.
Maka, jika ingin Indonesia lepas dari bayang-bayang Kapitalisme, haruslah terlebih dahulu
melepaskan cengkeraman sistem Kapitalisme yang bercokol kuat dalam negeri ini
Dan menerapkan seperangkat aturan yang khas dalam mengatur kehidupan manusia. Aturan ini
berasal dari sang pencipta Allah SWT (Al Quran) dan as-sunah, yaitu Islam. Islam memiliki cara untuk mengatur sistem ekonomi
Sistem Islam, minimal mempunyai empat sumber ekonomi, yaitu pertanian, perdagangan, jasa,
dan industri. Pada saat yang sama, ekonomi politik (sistem ekonomi) negara yang diatur Islam, yang dibangun dengan tiga pilarnya, yaitu kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi.
Kepemilikan dibagi menjadi tiga, kepemilikan individu, umum, dan negara. SDA termasuk
kepemilikan umum berdasarkan hadis Rasulullah, "kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu
Padang rumput, api dan air (HR. Abu Daud dan Ahmad)";. Sehingga negara diberikan mandat untuk
mengelola dan haram menyerahkan pengelolaannya kepada swasta apalagi asing, SDA menjadi salah
satu pos pemasukan negara, di tambah pos-pos yang lain seperti fa'i dan kharaj. Dengan pengaturan
ini, negara memiliki pemasukan yang cukup untuk membiayai kebutuhan negara dan rakyat.
Bagaimana sejarah mencatat, KeKhilafahan Turki Ustmani pernah mengirimkan bantuan uang dan pangan untuk penduduk Irlandia yang dilanda bencana kelaparan besar yang menewaskan lebih dari 1 juta orang dan pada abad ke 18 Khilafah Turki Utsmani pernah mengirimkan bantuan pangan kepada Amerika pasca perang melawan Inggris. Ini membuktikan bahwa Islam pernah sukses membangun kemandirian ekonomi.
Mak sudah saatnya kita memakai sistem Islam yang terbukti selama 13 abad lamanya menjadi
negara yang mandiri dan adidaya. Dan merupakan sebuah sistem yang ridai Allah SWT.
Penulis
Syarifa Ashillah
Pemerati Ekonomi dan sosial
(Penajam Paser Utara, Calon IKN)
[beritaislam.org]
Posting Komentar untuk "Mafia Impor di Republik Koruptor Saat Pendemi Covid-19 Melanda"