Teks Sholawat Nariyah dan Keutamannya, Benarkah Sholawat Nariyah Sesat?
Beritaislam - Seperti apa sih sholawat Nariyah itu? mungkin banyak rekan-rekan yang penasaran atau belum tahu bacaan sholawat nariyah.
Sholawat Nariyah bagi anak-anak desa mungkin ini bukan hal asing. Di kampung-kampung atau desa khususnya yang menggunakan Madzhab Syafi’e (Imam Syafi’e) sholawat nariyah ini sering terdengar setelah adzan atau sebelum adzan atau saat ada acara-acara tertentu seperti pengajian atau Akhirusannah maupun Tabligh Akbar.
Bahkan di majelis-majelis ta'lim ataupun madrasah diniyah, sholawat nariyah ini sering dilantunkan dengan nada-nada atau lirik-irik tertentu.
Berikut adalah bacaan sholawat Nariyah:
أللّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ الّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
Bacaan Sholawat Nariyah Latin
Latin sesuai teks: Allahumma sholli sholatan kami latan wa salim salaman, taamman 'ala sayyidina muhammadinildzi tanhalu bihil 'uqodu wa tanfariju bibi kurobu, watuqdho bihil hawaiju wa tunaalu bihil roghoibu, wa husnul khowatimi wa yustasqol ghomaamu, biwajhihil kariimi wa 'alaa aalihi, washohbihi fii kulli lamhatin wanafasin, bi'adadin kullima'luumillak.
Cara membaca Sholawat Nariyah yang benar sesuai Ilmu Tajwid
“Allohumma sholli sholaatan kaamilataw Wa sallim salaaman taaman ‘ala sayyidinaa Muhammadin ladzi tanhallu bihil ‘uqodu, wa tanfariju bihil kurobu, wa tuqdhoo bihil hawaa’iju Wa tunaalu bihir roghoo’ibu wa husnul khowaatim wa yustasqol ghomaam bi wajhihil kariim, wa ‘alaa aalihi, wa shahbihi fii kulli lamhatiw wanafasim, wanafasimbi’adadin kulli maa luumin lak”
Artinya : “Wahai Allah, limpahkanlah rahmat dan salam yang sempurna kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Semoga terurai dengan berkahnya segala macam buhulan dilepaskan dari segala kesusahan, tunaikan segala macam hajat, dan tercapai segala macam keinginan dan husnul khotimah, di curahkan air hujan (rahmat) dengan berkah pribadinya yang mulia. Semoga rahmat dan salam yang sempurna itu juga tetap tercurah kepada para keluarga dan sahabat beliau, setiap kedipan mata dan hembusan nafas, bahkan sebanyak pengetahuan bagiMu.”
Keutamaan Sholawat Nariyah
Pada intinya, bacaan sholawat nariyah adalah berisi do’a. Dengan mengucapkan sholawat dan pujian kepada Rasulullah, mudah-mudahan do’a itu bisa terkabulkan.Adapun inti dari do’a dari Sholawat Nariyah adalah Agar dilepaskan dari segala kesusahan hidup di dunia, Agar tertunaikannya segala macam hajat bagi pembacanya, dan tercapai segala macam keinginan yang membaca sholawat tersebut dan serta agar kelak di akhir hayat mendapatkan husnul khotimah. Aamiin.
Khusnul khotimah dalam kalimat وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ maknanya adalah memohon kepada Allah agar bagi siapa saja yang membaca sholawat nariyah diberikan kematian khusnul khotimah. Khusnul khotimah sendiri adalah dambaan kematian bagi seorang muslim, karena dengan kematian khusnul khotimah ini adalah kunci awal keselamatan di Akhirat kelak.
Khusnul khotimah merupakan lawan dari su'ul khotimah, su'ul khotimah sendiri adalah kematian yang tidak didambakan setiap umat muslim, karena su'ul khatimah adalah kematian manusia dalam kondisi beramal buruk atau kemaksiatan. Manusia yang mati dalam keadaan su'ul khatimah tentu saja akan mendapatkan adzab yang berat di Akhirat kelak, na'udzubillah.
Bernarkah Sholawat Nariyah Sesat? berikut Penjelasan Ustadz Abdul Somad (UAS)
Namun, akhir-akhir ini banyak yang mengaatakan bahwa sholawat nariyah tidak sesuai dengan ajaran Nabi, pelakunya disebut bid'ah dan bahkan yang membacanya dikatakan masuk neraka, hal ini banyak ditemui dalam perdebatan khusunya di laman online.
Banyak tuduhan yang menyebut sholawat nariyah adalah sesat, Mereka yang berpandangan bahwa sholawat nariyah sesat adalah karena sholawat tersebut tidak pernah diajarjan oleh Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam dan terlalu mengagung-agungkan Nabi kata mereka yang menuduh sholawat nariyah adalah sesat.
Namun benarkah demikian? Suatu ketika Ustadz Abdul Somad ditanya hal serupa tentang ini, yakni jama'ah yang menanyakan bolehkah membaca sholawat nariyah? Karena di sosial media atau internet banyak pertengkaran antara umat Islam yang menganggap bahwa sholawat nariyah adalah sholawat sesat dan pelakunya dianggap sebagai pelaku bid'ah.
Berikut adalah jawaban Ustadz Abdul Somad ketika ditanya hal ini, Jawaban beliau kami rangkum mengambil point menting saja. Dan kan kami tampilkan video Ustadz Abdul Somad tentang penjelasan sholawat ariyah ini.
Bahwa boleh membaca sholawat Nariyah, dalilnya adalah:
1. Barangsiapa bersholawat kepada Nabi Muhammad satu kali, maka Allah akan bersholawat kepadanya sepuluh kali sholawat.
Hal ini berdasarkan hadits shohih berikut ini:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barangsiapa yang mengucapkan sholawat kepadaku satu kali, maka Allah mengucapkan sholawat kepadanya 10 kali.” (HR. Muslim no. 408)
2) Bersholawat kepada Nabi satu kali akan menghapuskan 10 kesalahan dan meninggikan 10 derajat.
Hal ini berdasarkan hadits shohih berikut ini:
Dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطَيَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barangsiapa yang bersholawat kepadaku satu kali, maka Allah bersholawat kepadanya 10 kali shalawat, dihapuskan darinya 10 kesalahan, dan ditinggikan baginya 10 derajat.” (HR. an-Nasa’i, III/50).
Sholawat Nariyah sendiri adalah sholawat yang diajarkan oleh para ulama, Sholawat sendiri menurut Ustadz Abdul Somat terbagi menjadi 2, Yaitu:
Sholawat Ma'tsur: Yakni sholawat yang diajarkan oleh Nabi (اللهم صل علي محمد)
Sholawat Ghairu Ma'tsur: Yakni Sholawat yang diajarkan oleh Para Ulama, banyak sekali, misalnya sholawat nariyah, sholawat badar, sholawat tibbil qulub, sholawat asyghil dan lain sebagainya.
Sholawat nariyah bukan sholawat neraka, tapi sholawat untuk menjauhkan diri dari api neraka, kata ustadz Abdul Somad.
Brikut lampiran video Ustadz Abdul Somad tentang sholawat nariyah:
Bantahan dari Ilmu Sharaf dan Nahwu Dasar (Nu Online)
Shalawat Nariyah atau disebut juga shalawat Tâziyah atau shalawat Tafrîjiyah berasal bukan dari Indonesia. Ia dikarang oleh ulama besar asal Maroko, Syekh Ahmad At-Tazi al-Maghribi (Maroko), dan diamalkan melalui sanad muttashil oleh ulama-ulama di berbagai belahan dunia. Tak terkecuali Mufti Mesir Syekh Ali Jumah yang memperoleh sanad sempurna dari gurunya Syaikh Abdullah al-Ghummar, seorang ahli hadits dari Maroko.
Jika shalawat Nariyah dianggap syirik, ada beberapa kemungkinan. Pertama, para ulama pengamal shalawat itu tak mengerti tentang prinsip-prinsip tauhid. Ini tentu mustahil karena mereka besar justru karena keteguhan dan keluasan ilmu mereka terhadap dasar-dasar ajaran Islam. Kedua, pengarang shalawat Nariyah, termasuk para pengikutnya, ceroboh dalam mencermati redaksi tersebut sehingga terjerumus kepada kesyirikan. Kemungkinan ini juga sangat kecil karena persoalan bahasa adalah perkara teknis yang tentu sudah dikuasai oleh mereka yang sudah menyandang reputasi kelilmuan dan karya yang tak biasa. Ketiga, para penuduhlah yang justru ceroboh dalam menghakimi, tanpa mencermati secara seksama dalil shalawat secara umum, termasuk juga aspek redaksional dari shalawat Nariyah.
Dilihat dari segi ilmu nahwu, empat kalimat di atas merupakan shilah dari kata sambung (isim maushul) الذي yang berposisi sebagai na‘at atau menyifati kata محمّد.
Untuk menjernihkan persoalan, mari kita cermati satu per satu kalimat tersebut.
تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ
Pertama, تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ .
Dalam kacamata ilmu sharaf, kata تَنْحَلُّ merupakan fi’il mudlari‘ dari kata انْحَلَّ. Bentuk ini mengikuti wazan انْفَعَلَ yang memiliki fungsi/faedah لمُطَاوَعَةِ فَعَلَ (dampak dari فَعَلَ). Demikian penjelasan yang kita dapatkan bila kita membuka kitab sharaf dasar, al-Amtsilah at-Tashrîfiyyah, karya Syekh Muhammad Ma’shum bin ‘Ali.
Contoh:
كَسَرْتُ الزُّجَاجَ فَانْكَسَرَ
“Saya memecahkan kaca maka pecahlah kaca itu.” Dengan bahasa lain, kaca itu pecah (انْكَسَر) karena dampak dari tindakan subjek “saya” yang memecahkan.
Contoh lain:
حَلّ اللهُ العُقَدَ فَانْحَلَّتْ
“Allah telah melepas beberapa ikatan (kesulitan) maka lepaslah ikatan itu.” Dengan bahasa lain, ikatan-ikatan itu lepas karena Allahlah yang melepaskannya.
Di sini kita mencermati bahwa wazan انْفَعَلَ mengandaikan adanya “pelaku tersembunyi” karena ia sekadar ekspresi dampak atau kibat dari pekerjaan sebelumnya.
Kalau تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ dimaknai bahwa secara mutlak Nabi Muhammad melepas ikatan-ikatan itu tentu adalah kesimpulan yang keliru, karena tambahan bihi di sini menunjukkan pengertian perantara (wasilah). Pelaku tersembunyinya (dan hakikinya) tetaplah Allah—sebagaimana faedah لمُطَاوَعَةِ فَعَلَ.
Hal ini mengingatkan kita pada kalimat doa:
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
“Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah ikatan/kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.”
Kedua, تَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ
Senada dengan penjelasan di atas, تَنْفَرِجُ merupakan fi’il mudlari‘ dari kata انْفَرَجَ, yang juga mengikuti wazan انْفَعَلَ. Faedahnya pun sama لمُطَاوَعَةِ فَعَلَ (dampak dari فَعَلَ).
Ketika dikatakan تَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ maka dapat diandaikan bahwa فَرَجَ اللهُ الكُرَبَ فَانْفَرَجَ. Dengan demikian, Allah-lah yang membuka atau menyingkap bencana/kesusahan, bukan Nabi Muhammad.
Ketiga, تُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ
Kata تُقْضَى adalah fi’il mudlari‘ dalam bentuk pasif (mabni majhûl). Dalam ilmu nahwu, fi’il mabni majhul tak menyebutkan fa’il karena dianggap sudah diketahui atau sengaja disembunyikan. Kata الْحَوَائِجُ menjadi naibul fa’il (pengganti fa’il). Ini mirip ketika kita mengatakan “anjing dipukul” maka kita bisa mengandaikan adanya pelaku pemukulan yang sedang disamarkan.
Dengan demikian kita bisa mengandaikan kalimat lebih lengkap dari susunan tersebut.
يَقْضِي اللهُ الْحَوَائِجَ
“Allah akan mengabulkan kebutuhan-kebutuhan.”
Keempat, تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ
Penjelasan ini juga nyaris sama dengan kasus تُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ. Singkatnya, Nabi Muhammad bukan secara mutlak memiliki kemampuan memberikan keinginan-keinginan karena Allah-lah yang melakukan hal itu yang dalam kalimat tersebut disembunyikan. Fa’il tidak disebutkan karena dianggap sudah diketahui.
Alhasil, dapat dipahami bahwa tuduhan syirik atas kalimat-kalimat itu sesungguhnya keliru. Sebab, kemampuan melepas kesulitan, menghilangkan bencana/kesusahan, memenuhi kebutuhan, dan mengabulkan keinginan-keinginan secara mutlak hanya dimiliki Allah. Dan ini pula yang dimaksudkan pengarang shalawat Nariyah, dengan susunan redaksi shalawat yang tidak sembrono. Hanya saja, dalam redaksi shalawat Nariyah tersebut diimbuhkan kata bihi yang berarti melalui perantara Rasulullah, sebagai bentuk tawassul.
Bahasa Arab dan bahasa Indonesia memang memiliki logika khas masing-masing. Karena itu analisa redaksi Arab tanpa meneliti struktur bakunya bisa menjerumuskan kepada pemahaman yang keliru. Lebih terjerumus lagi, bila seseorang membuat telaah, apalagi penilaian, hanya dengan modal teks terjemahan. Wallahu a’lam.
[beritaislam.org]
Posting Komentar untuk "Teks Sholawat Nariyah dan Keutamannya, Benarkah Sholawat Nariyah Sesat?"