Wahai UGM! Apa Salah UAS Hingga Begitu Teganya Dirimu Membatalkan Ceramah Beliau?
Oleh : Nasrudin Joha
"UGM nggak menyukai UAS. Tolong dicatat baik-baik, karena saya tadi sudah mengatakan saya ini orang jujur, saya nggak mau berbohong,"
[Takmir Masjid Kampus UGM, Mashuri Maschab]
Pada 29 Mei tahun 2017, Afi Nihaya Faradisa diundang Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai pembicara dalam Pekan Pancasila. Remaja berusia 18 tahun ini, diundang oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM dalam Acara bertajuk Talk Show Kebangsaan dalam rangka Pekan Pancasila yang dipandu oleh dosen Fisipol UGM, Abdul Gaffar Karim.
Afi dianggap sebagai tokoh remaja inspiratif. Meskipun pada akhirnya publik tahu aib remaja yang diduga plagiat atas beberapa tulisan dan aksi rekaman videonya.
Terlepas itu semua, sebagai institusi pendidikan yang terbuka, yang memiliki nalar intelektual sebagai sarana untuk memferifikasi pendapat, tidak keliru jika UGM mengundang Afi.
Namun hari ini, Ustadz Abdul Shomad seorang pendakwah kelahiran 18 Mei 1977 atau 30 Jumadil Awal 1397 H di sebuah kampung yang bernama Silo Lama, Silau Laut, Kabupeten Asahan, Sumatera Utara, mendapat perlakuan berbeda. UAS ditolak untuk hadir memberikan ceramah di UGM, tanpa alasan yang jelas.
Padahal, dibandingkan dengan sosok Afi tentu saja UAS lebih layak untuk dijadikan sumber inspirasi. UAS adalah seorang pendakwah dan ulama yang sering mengulas berbagai macam persoalan agama, khususnya kajian ilmu hadis dan Ilmu fikih. Selain itu, ia juga banyak membahas mengenai nasionalisme dan berbagai masalah terkini yang sedang menjadi pembahasan hangat di kalangan masyarakat.
Nama beliau begitu dikenal publik karena Ilmu dan kelugasannya dalam memberikan penjelasan dalam menyampaikan dakwah yang disiarkan melalui saluran Youtube. Ust Abdul Somad juga seorang pengajar/dosen di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau.
UAS diakui kredebilitas keilmuannya terutama dalam kajian ilmu hadits. Tak ada satupun kabar miring tentang kapasitas intelektual beliau. Berbeda, dengan Afi yang santer disebut-sebut plagiat.
Namun mengapa UGM begitu tega membatalkan ceramah UAS ? Apakah, nalar intelektual UGM lebih cenderung mencari inspirasi dari seorang plagiat ketimbang dari ulama ahli hadits seperti UAS ?
Apakah, karakter intelektual UGM telah mati sehingga tidak lagi fair dalam menilai persoalan ? Apakah, karena UAS teguh menyampaikan Al Haq dan terbuka mengkritisi Al batil menjadikan UGM 'alergi' terhadap UAS ?
Dan sebenarnya, apakah penolakan UGM terhadap UAS ini representasi sikap sivitas akademika UGM ? Jika benar, apakah kualitas dan kadar intelektual UGM begitu rendahnya, sehingga tak mampu menimbang mana tokoh berkualitas dan mana sosok yang hanya plagiat ?
Yang lebih menyakitkan, adalah fakta bahwa penolakan itu didasari atas sentimen, like or dislike, ketidaksukaan UGM terhadap UAS. Demikian, penuturan takmir masjid UGM yang tidak mau disebut berdusta, menuturkan fakta pembatalan UAS kepada media.
Saya yakin, penolakan UAS ini bukan kehendak mayoritas sivitas UGM. Saya yakin, orang-orang UGM masih waras. Hanya segelintir saja, yang kebetulan mendapat mandat dari penguasa, untuk menekan UAS.
Kita semua juga tahu, rezim ini memang anti ulama. Sudah banyak ceramah ulama dan ustadz yang dipersekusi di era rezim ini. Hanya saja, publik tentu prihatin dengan sikap institusi sekelas UGM ini.
Bukankah UGM itu milik publik ? Milik rakyat ? Milik umat ? Mungkinkah, UGM telah dikangkangi dan diklaim menjadi milik rezim seorang ?
Herannya, kenapa sivitas akademika UGM juga bungkam ? Apakah sudah tak tersisa lagi, orang-orang waras di UGM ? Ayo Dab, bicaralah ! [].
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAduh berantakan tulisan sy.
Hapus