Mengapa Sultan Melarang Acara Muslim United di Masjid Gede Keraton Jogjakarta?
Save Keraton Kasultanan Dan Masyarakat Yogya: Apakah Ada Lobby Kristen (Katholik) Dalam Pengusiran Jama'ah Muslim United Dari Masjid Gede Kauman Yogyakarta?
Prologue:
➖➖➖➖➖➖➖➖
Orang pun jadi mengingati ada harapan dan peringatan dari para bangsawan Kesultanan Yogya, agar agama Keraton di bawah Hamengkubuwono X (sultan yang ini), tetap Islaam. Tidak berubah:
https://nasional.tempo.co/read/664325/doa-adik-sultan-iman-keraton-yogya-tetap-islam
➖➖➖➖➖➖➖➖
Oleh 'Abdul Malik Al Indunisiy.
Bismillaah. Dengan nama Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Ada satu hal yang aneh, bahwa Sultan Hamengkubuwono X (alias Herjuno Derpito) - dan keluarganya - dikabarkan tidak suka acara rakyat bertajuk "Muslim United (2019)", diselenggarakan di masjid Gede Kauman, yang bersebelahan dengan lapangan alun-alun dan istana Keraton mereka itu.
Sementara acara Dangdutan beberapa hari sebelumnya, boleh, di alun-alun itu.
Padahal jelas sekali, di Yogyakarta itu, berakarlah sejak lama kaum organissi massa Islam besar bernama "Muhammadiyah".
Muhammadiyah, adalah organisasi Islam tertua di Nusantara yang masih aktif (sejak 1912) dan boleh dikatakan, adalah yang paling hebat asetnya (ada setidaknya 153 rumah sakit-klinik Muhammadiyah, 5.000 lebih TK dan PAUD, entah berapa banyak sekolah SD-SMP-SMU dan perguruan tinggi, entah berapa banyak Amal Usaha Muhammadiyah, dst.), konon dengan massa, warga hingga 60-75 jutaan.
Baik massa yang masih ada di Muhammadiyah, maupun menyebar menjadi (dan masih bersahabat dengan) Hidayatullah, Persis, DDII, Wahdah Islamiyah, hingga massa besar gerakan (Ahlus Sunnah) as Salafiyyiin (dengan berbagai 'versinya'), dst.
Mereka praktis masih berbenang merah kuat, dan berikatan 'aqiidah serta emosional-kultural yang sama.
Bahkan di antara kader-kader Muhammadiyah itu, sungguh adalah para cendekiawan, ulama, pahlawan pendiri negara RI hingga tokoh besar masa kemerdekaan RI, macam:
(Ahmad) Sukarno, Muhammad Hatta, Panglima Besar Jenderal Sudirman, K. H. Muhammad Suja, K. H. Sangidu, Ki Bagus Hadikusumo, K. H. Ibrahim, Ki Kasman Singodimejo, K. H. Mas Mansur, Buya HAMKA, K. H. A. R. Fachrudin, dst.
Dan kampung Kauman itu, tentu saja, turun-temurun, adalah berisikan warga Muhammadiyah.
Masjid Gede Kauman pun dikelola oleh warga Muhammadiyah. Sejak dulu.
Sejak dulu, pun, juga ada hubungan baik antara keraton (baik yang Kesultanan maupun yang Pakualaman), dengan Muhammadiyah. Penghulu masjid keraton selalu dari Muhammadiyah. Khususnya, dari jalur K. H. Sangidu, dan keturunannya (yang pantas).
Namun kini, rakyat mau tak mau jadi mulai membicarakan (lagi-lagi), bahwa keluarga Sultan (yang ini), dianggap 'aneh', karena (hampir) tidak pernah menghadiri pengajian-pengajian, hingga sholat Jum'at, dan 'Ied, khususnya di Kauman (dan alun-alun). Walaupun Sultan mengaku sebagai Muslim.
Namun sekedar mengingatkan, di kongres umat Islam, 2015 di Yogyakarta, di hadapan Jokowi (dan rombongannya), Sultan HB X menyatakan lantang bahwa kerajaan-kerajaan Islam Jawa sejak ratusan tahun adalah dalam kerjasama, bahkan dilindungi oleh jaringan kerjasama (khilafah islaamiyyaah) yang saat itu dipimpin oleh daulah islamiyyaah Turki Utsmaniyyaah. Hingga sampai ada bendera Tauhiid dari Turki Utsmaniyyaah yang disimpan sebagai salah satu pusaka Keraton, dsb., bahkan.
Lalu mengapa sang Sultan HB X (yang merangkap Gubernur DIY) yang pernah harum namanya di kalangan para ulama, membela jaringan kerjasama daulah Islamiyyaah Turki Utsmaniyyaah di hadapan Jokowi (awal 2015) itu, sampai demikian?
Kini, acara rakyat ini ditolaknya!
Padahal, sebelumnya, boleh-boleh saja!
Bahkan putri sultan (yang ini), terang-terangan di Media Sosial mengajak memboikot Muslim United 2019! Dengan kalimat tak pantas, keras.
Hingga ada isu tokoh Muslim Radikal menjadi pembicara di sana, ada massa Muslimiin Radikal (*), dst.
(*) Padahal, arti kata "Radikal" di Kamus Besar Bahasa Indonesia dan dunia, justru bagus. Lihat saja. Mengapa kini malah diburukkan, difitnahkan? Menggelikan.
Satu hal yang amat mengherankan - bagi kaum Muslimiin dan yang bukan Muslimiin yang bersedia jujur terhadap Islaam - bahwa ajaran agama Ketuhanan Yang Maha Esa (Tawhiid) sejak awal jaman dengan 124.000 nabi dari semua etnis, bangsa, suku; sampai dikatai Radikal, Intoleran, Wahabi, anti Pancasila, anti Kebhinnekaan, dll.
Orang pun jadi mengingati, ada harapan dan peringatan dari para bangsawan Kesultanan Yogya, agar agama Keraton di bawah Hamengkubuwono X (sultan yang ini), tetap Islaam. Tidak berubah:
https://nasional.tempo.co/read/664325/doa-adik-sultan-iman-keraton-yogya-tetap-islam
Walaupun akhirnya acara Muslim United 2019 itu berpindah ke Jogokariyan dan justru semakin ramai, namun toh banyak orang menjadi heran. Rkyat mengingati masjid Jogokariyan, yang berhasil - alhamdulillaah - mengajak masyarakat kembali ke Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhiid) walaupun sejak lama bersebelahan dengan kampung lama berbasis PKI, Kejawen, dll.
Tak pelak, mau tak mau, orang juga menjadi ingat, betapa sudah lama pula dipantau, ada pergerakan lobbying Kristen (Katholik) di dalam Keraton Kesultanan Yogya (dan Keraton lainnya).
Selain yang menyolok ada di Solo - asal Jokowi - yang sudah sejak jaman Belanda. Banyak bangsawannya sungguh akrab dengan Belanda penjajah, berhenti melawan penjajahan, hingga ikut pula berkafir. Banyak massa PKI pula, di sana, dulu. Dan tentu, massa Kejawen, PDIP, di Solo, hingga kini.
Orang pun ingat, bahwa anak-anak putri sang Sultan (yang ini) bersekolah sekuler dan Katholik.
Dan istrinya, yang kini bergelar Ratu Hemas, di masa gadisnya adalah Katholik, yang menikah dengan tatacara Islaam. Namun entah apa sebenarnya, 'aqiidah aslinya, kini, tanya orang.
Juga bahwa HB X adalah raja Yogya yang tega menghilangkan gelar "Kholifatulloh" dari gelar raja Kesultanan Yogya.
Sementara leluhurnya memakai gelar itu. Termasuk hingga "Sayyidin Panatagama", ("Pemimpin yang menata agama"), "Senopati Ing Alogo" ("Pemimpin perang di gelanggang"), dst.
Orang Yogya dan nasional pun menjadi ramai membicarakan, dan mengawasi, bahwa kelompok "Kasebul", lobby Katholik, macam amat leluasa masuk-keluar Keraton. Macam menjadi kepercayaan, tangan kanan, saja.
Ada yang membandingkan, itu juga macam pengaruh patih Danurejo, dkk., yang dulu memecah-belah keraton.
Hingga juga, langsung atau tidak langsung, itu menyebabkan terjadinya Perang Rakyat Jawa (juga para ulama serta santri), melawan Belanda kafiruun penjajah, yang dipimpin oleh pangeran 'Abdul Hamid Ontowiryo Diponegoro.
Apakah lantas, ini akan menjadi bagian dari tahapan menuju 'perang Jawa' kedua?
Di tengah ramainya wong Jowo membicarakan peringatan dan 'ramalan' "Jaman Edan" dan "Goro-goro" Joyoboyo, Ronggowarsito, sampai lakon wayang sisipan khas Jawa bertajuk "Petruk Dadi Ratu" (Petruk si kurus bodoh yang oportunis menjadi pemimpin negara dan malahan mengacaui, dalam wayang Mahabharata versi Jawa) di tanah Jawadwipa (dan Nusantara), dan macam terbuktinya ini?
Juga betapa hadits-hadits bisyaroh situasi kehidupan menuju puncak Akhir Jaman mengenai maraknya angkara murka, pengkhianatan, kemunafikan, adanya Ruwaibidhoh (orang bodoh, dholim, yang justru memegang kekuasaan dan mengatur masyarakat), adanya Ulama Suu' (orang yang dianggap ulama tetapi buruk dan malah mengacaui), adanya huru-hara besar, hingga Al Malhamah Al Kubro (dan 3 perang besar di Syam, 'Iraq, Yaman yang mendunia), datangnya Dajjal yang mendunia, dst., dsb., menjadi macam sesuai dengan situasi Nusantara Indonesia.
Entahlah...
Yang jelas, tentu saja Nusantara dengan kekayaan alam dan posisi geografisnya (dan raja-raja Jawanya) ini, penting bagi siapapun, penting bagi pihak manapun, di dunia. Apalagi, dihuni banyak muslimiin.
Jelas Nusantara penting bagi mereka!
Entah mereka yang:
▪ Kristen Katholik yang dikontrol Vatikan, yang baru saja dikunjungi, dimesrai oleh wakil PBNU Yahya C. Staquf dan adiknya si peminpin GP Ansor/Banser Yaqut C. Qoumas. Setelah dulu si Staquf bemesraan dengan Zionis dan si Said Aqil Siradj Ketum PBNU bemesraan dengan Syi'ah.
▪Atau yang pihak Kristen Protestan yang terkenal dengan usaha-usaha pemurtadannya dan bisnisnya. Juga melalui Kapitalisme.
▪Atau yang pihak Kapitalis-Yahudi Zionis-Illuminati-Fremason (dan turunannya macam Sekuleris-Pluralis-Liberalis) yang ingin menguasai dunia dengan "New World Order", dimulai dari Masjidil Aqsa/Baitul Maqdis di bukit Zion (Palestina).
▪Atau yang pihak Neo Komunis (yang berkapitalis namun tetap anti Demokrasi dan anti Agama-agama) pimpinan RRC dengan maksud One Belt-One Road (OBOR) untuk menguasai dunia.
▪Atau yang pihak Syi'ah 12 Imam (alias Itsna Asy'ariyah hasil hasutan Yahudi-Majusi) yang ingin menguasai dunia.
Dan lain-lain.
Yang pada gilirannya, tentu saja sejarah memberikan pelajaran berharga bahwa kaum-kaum, dapat saja berkoalisi. Dan gigih berusaha mengubah Nusantara.
Misalnya, melalui partai-partai, politikus, pembicara, penulis, parlemen (DPR, MPR), pejabat-pejabat, tokoh-tokoh masyarakat, pengusaha, artis-artis figur publik selebritis, dll.
Asalkan Nusantara dikuasai mereka.
Dan muslimiin Nusantara dipinggirkan.
Wallohua'lam.
Opini yg mengiring tanpa ada tabbayyun kepada pihak2 yg disebutkan... tidak bagus !
BalasHapusRadikal dalam agama itu sangat baik. Asal bukan radikal dalam kemunafikkan& kemusyrikan.
BalasHapus