Koruptor 'Kafir' ? Tanggapan Cuitan Prof. Mahfud MD 2014
Oleh Sigit Nur Setiyawan
Akhir akhir ini kata “kafir” menjadi hangat diperbincangkan kembali oleh warganet. Pasalnya warganet kembali memposting salah satu tweet Pak Mahfud MD tahun 2014 yang menulis “Mnrt Islam, kafir itu bkn hanya beda agama. Kafir itu ingkar thd kebenaran. Yg suka melanggar hukum/koruptor jg bs disebut kafir (ingkar).”
Berbagai komentar bermunculan. Dari yang pro dan kontra. Bahkan ada yang mengkait kaitkan dengan kasus Romi. Warganwet menarik generalisasi koruptor adalah kafir ya berarti mas Romi juga kafir.
Melihat tweet Pak Mahfudz MD jadi teringat bagaimana penyebutan istilah Kafir oleh Pangeran Diponegoro dalam Babad Diponegoro yang ditulis selama beliau diasingkan oleh Belanda. Pangeran Diponegoro menyebut kafir menjadi dua terminologi. Kata “Kafir” untuk penjajah Belanda, sedang “Kafir Murtad” untuk pribumi yang menjadi antek Belanda.
Perlakuan ketika perangpun berbeda antara membunuh orang “Kafir” dengan “Kafir Murtad”. Kalau membunuh penjajah ya dibunuh secara normal, namun untuk Kafir Murtadz pasukan Diponegoro tidak jarang melakukan mutilasi terhadap mayat antek antek Belanda. Sebagai peringatan kepada warga pribumi untuk selalu cinta pada negerinya.
Jadi penghianat bangsa kalau kemudian disebut secara istilah “kafir (ingkar)” oleh Pak Mahfud memang ada contohnya. Kafir dalam istilah kekinian bukan terminologi agama tentunya. Seperti Pangeran Diponegoro menyebut “Kafir Murtad” kepada peibumi yang menjadi penghianat bangsa dengan menjadi antek Belanda.
Bangsa ini harusnya belajar tegas kepada Pangeran Diponegoro. Menghukum orang “Kafir murtad” lebih kejam dari orang “Kafir” penjajah. Dengan memenggal kepala, memutilasi badan dan sebagainya. Ya mungkin untuk koruptor bisa disesuaikan hukumannya dengan besarnya kerugian negara yang diperbuat. Semakin besar kerugian negara tentunya hukuman semakin berat. Berat dan harus bisa jadi “Penghukum” sekaligus “Pencegah” bagi orang orang yang punya niat korupsi. Orang harus takut korupsi dengan melihat hukuman para pelaku korupsi. Tidak seperti sekarang, para pelaku korupsi justru diperlakukan istimewa dan dihukum dengan cara yang istimewa. Bisa plesiran, nonton tenis, belanja ke toko bangunan dan lain sebagainya.
Penghianat bangsa adalah siapa saja yang berani meletakkan kepentingan pribadi atau golongan diatas kepentingan bangsa. Diatas dan mengeyampingkan, buka diatas tapi sejalan. Mengais keuntungan dengan merugikan bangsa seperti perlakuan para antek Belanda pada masa Pangeran Diponegoro.
Negara tidak boleh kalah dengan penghianat. Penghianat bangsa harus dihukum paling keras yang bisa diberikan. Buat jumlah para penghianat sedikit dan jangan biarlan orang tidak takut dengan hukuman jadi penghianat. Buat orang ngeri dengan hukuman bagi para penghianat sebelum niat dan kesempatan itu muncul di kepalanya. Kecuali kalau bangsa ini sudah “berdamai” dengan para penghianat. Atau apakah negeri ini sudah menjadi “Negeri Para Penghianat ?!?! []
Akhir akhir ini kata “kafir” menjadi hangat diperbincangkan kembali oleh warganet. Pasalnya warganet kembali memposting salah satu tweet Pak Mahfud MD tahun 2014 yang menulis “Mnrt Islam, kafir itu bkn hanya beda agama. Kafir itu ingkar thd kebenaran. Yg suka melanggar hukum/koruptor jg bs disebut kafir (ingkar).”
Berbagai komentar bermunculan. Dari yang pro dan kontra. Bahkan ada yang mengkait kaitkan dengan kasus Romi. Warganwet menarik generalisasi koruptor adalah kafir ya berarti mas Romi juga kafir.
Melihat tweet Pak Mahfudz MD jadi teringat bagaimana penyebutan istilah Kafir oleh Pangeran Diponegoro dalam Babad Diponegoro yang ditulis selama beliau diasingkan oleh Belanda. Pangeran Diponegoro menyebut kafir menjadi dua terminologi. Kata “Kafir” untuk penjajah Belanda, sedang “Kafir Murtad” untuk pribumi yang menjadi antek Belanda.
Perlakuan ketika perangpun berbeda antara membunuh orang “Kafir” dengan “Kafir Murtad”. Kalau membunuh penjajah ya dibunuh secara normal, namun untuk Kafir Murtadz pasukan Diponegoro tidak jarang melakukan mutilasi terhadap mayat antek antek Belanda. Sebagai peringatan kepada warga pribumi untuk selalu cinta pada negerinya.
Jadi penghianat bangsa kalau kemudian disebut secara istilah “kafir (ingkar)” oleh Pak Mahfud memang ada contohnya. Kafir dalam istilah kekinian bukan terminologi agama tentunya. Seperti Pangeran Diponegoro menyebut “Kafir Murtad” kepada peibumi yang menjadi penghianat bangsa dengan menjadi antek Belanda.
Bangsa ini harusnya belajar tegas kepada Pangeran Diponegoro. Menghukum orang “Kafir murtad” lebih kejam dari orang “Kafir” penjajah. Dengan memenggal kepala, memutilasi badan dan sebagainya. Ya mungkin untuk koruptor bisa disesuaikan hukumannya dengan besarnya kerugian negara yang diperbuat. Semakin besar kerugian negara tentunya hukuman semakin berat. Berat dan harus bisa jadi “Penghukum” sekaligus “Pencegah” bagi orang orang yang punya niat korupsi. Orang harus takut korupsi dengan melihat hukuman para pelaku korupsi. Tidak seperti sekarang, para pelaku korupsi justru diperlakukan istimewa dan dihukum dengan cara yang istimewa. Bisa plesiran, nonton tenis, belanja ke toko bangunan dan lain sebagainya.
Penghianat bangsa adalah siapa saja yang berani meletakkan kepentingan pribadi atau golongan diatas kepentingan bangsa. Diatas dan mengeyampingkan, buka diatas tapi sejalan. Mengais keuntungan dengan merugikan bangsa seperti perlakuan para antek Belanda pada masa Pangeran Diponegoro.
Negara tidak boleh kalah dengan penghianat. Penghianat bangsa harus dihukum paling keras yang bisa diberikan. Buat jumlah para penghianat sedikit dan jangan biarlan orang tidak takut dengan hukuman jadi penghianat. Buat orang ngeri dengan hukuman bagi para penghianat sebelum niat dan kesempatan itu muncul di kepalanya. Kecuali kalau bangsa ini sudah “berdamai” dengan para penghianat. Atau apakah negeri ini sudah menjadi “Negeri Para Penghianat ?!?! []
Mas rohmanhurmuzy kafir jg nggih pak?— Bu Carik (@luviku) October 27, 2019
🙊
Yaa Romi bukan... kata pengacaranya.. https://t.co/zVAq64Q9Ac— Alfian sy (@Alfiansyukur5) October 27, 2019
Posting Komentar untuk "Koruptor 'Kafir' ? Tanggapan Cuitan Prof. Mahfud MD 2014"