Menyoal Disertasi UIN Jogja dan Liberalisasi Pendidikan Tinggi Islam
Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Forum Doktor Islam Indonesia
CACAT EPISTEMOLOGI. Kontroversi disertasi Abdul Aziz dimulai dari penggunaan interpretasi hermeneutik terhadap ayat-ayat Al Qur’an tentang konsep Milk Al Yamin atau kepemilikan budak. Sebagaimana diketahui bahwa interpretasi hermeneutik adalah suatu pendekatan rasional atas teks kitab suci. Makna rasional dalam hermeneutik ditimbang dengan nilai-nilai sekulerisme Barat seperti demokrasi, kebebasan dan HAM.
Secara epistemologi, pendekatan hermeneutika merupakan interpretasi yang berbahaya dan cenderung ngawur jika dikaitkan dengan teks kitab suci. Interpretasi inilah yang awalnya dipakai untuk menafsirkan ulang bibel yang berdampak pada perpecahan jemaatnya. Gilanya, interpretasi ngawur ini sekarang dijadikan sebagai metode resmi menafsirkan Al Qur’an di beberapa perguruan tinggi Islam negeri.
Metode hermeneutika adalah proyek liberalisasi pendidikan tinggi Islam, khususnya di Indonesia. Barat menggelonyorkan uang untuk membiayai proyek ini dengan berbagai program seperti beasiswa pendidikan, pendirian LSM komprador, riset keagamaan dan sosial. Targetnya adalah liberalisasi kaum intelektual di kampus-kampus Islam.
Dengan proyek inilah banyak kaum intelektual muslim yang terpapar liberalisme pemikiran. Bahkan di antara mereka dengan bangganya menjadi agen perusak Islam dengan berbagai gelar akademik yang diberikan oleh Barat. Mereka begitu alergi dengan Islam, namun begitu bangga dengan Barat. Kaum liberal ini tak ubahnya sebagai pelacur intelektual.
Ironisnya, pemikiran ngawur kaum liberal justru menjadi semacam kebanggaan mahasiswa dan kampus. Makin ngawur, makin dianggap sebagai kaum intelektual, begitulah rumus liberalisme pemikiran dengan hermeneutika sebagai metodenya. Padahal hakekatnya sesungguhnya mereka tidak sedang berfikir, namun sedang merusak sendi-sendi Islam.
Idealnya perguruan tinggi Islam adalah gudangnya kaum intektual muslim, ulama dan ilmuwan yang mampu menjadi benteng umat dari serangan sekulerisme, pluralisme dan liberalisme. Adalah bencana akademik, kaum intelektual muslim yang mestinya menjadi penjaga Islam justru menjadi bagi dari orang-orang yang menghancurkan Islam.
Filsafat dan metode hermeneutika yang diimpor dari Barat sekuler anti Islam justru ditelan mentah-mentah oleh kaum intelektual muslim. Lebih ironis lagi jika kaum intelektual muslim sengaja menjadi agen Barat untuk merusak Islam dengan imbalan sebongkah nasi busuk. Maka kerjaan mereka adalah membuat framing negatif, fitnah, tuduhan atas agama Islam untuk menimbulkan islamophobia di tengah-tengah masyarakat.
Interpretasi hermeneutika atas teks Al Qur’an akan menimbulkan kerancuan dan kesesatan. Selain tidak ilmiah, metode ini juga melanggar ketentuan syariah dalam bidang tafsir. Sebab dalam perspektif hermeneutika, siapapun boleh menafsirkan Al Qur’an seenak. Maka bisa disimpulkan bahwa metode hermeneutika akan menghasilkan cacat epistemologi.
Mengapa metode hermeneutika cacat epistemologi, sebab metode ini menggunakan paradigma sekuler Barat dalam menafsirkan Al Qur’an dan mengabaikan pemikiran Islam. Ibarat mengoperasikan HP dengan menggunakan panduan mesin cuci, maka HP itu akan rusak seketika. Ibarat membangun rumah, tapi diserahkan kepada pemadam kebakaran.
Islam mengajarkan nilai bahwa jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tinggal tunggu kehancurannya. Nah bagaimana jika penafsiran Al Qur’an diserahkan kepada musuh-musuh Islam, apa yang akan terjadi ?. Cacat epistemologi bahasa sederhananya adalah ngawur dan menyesatkan, misalnya yang dihalalkan Allah dianggap haram dan yang diharamkan Allah justru dianggap halal. Jelas menyesatkan bukan ?.
Terlepas dari analisis di atas, maka bagi saya, menganalogikan pacar sebagai budak, sehingga berkesimpulan bahwa hubungan seks di luar nikah dengan pacarnya hukumnya boleh dan tidak melanggar syariah adalah sesat dan menyesatkan. Analogi Milk Al Yamin dengan pacar adalah analogi yang cacat.
CACAT PROSEDUR. Disertasi adalah karya ilmiah yang ditulis oleh seorang sarjana yang ingin meraih gelar doktor secara formal akademik. Disertasi adalah karya ilmiah yang paling tinggi dalam strata kesarjanaan. Disertasi bisa merupakan hasil dari riset lapangan dan bisa juga merupakan kajian literatur.
Kajian literatur disertasi bisa berupa penguatan pendapat tokoh dan bisa juga mengkritiknya. Hasil sebuah disertasi adalah pemikiran yang cemerlang sebagai solusi atas permasalahan yang diangkat. Perguruan tinggi Islam diharapkan akan menghasilkan para intelektual muslim yang memiliki pemikiran cemerlang dan berkontribusi positif mengatasi berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan. Tentu saja solusi yang berdasarkan paradigma Islam.
Secara proseduran, penulisan disertasi, setidaknya melalui lima tahap. Pertama dalah pengajuan proposal kepada pihak kampus untuk selanjutnya ditangani pembimbing. Kedua, seminar proposal untuk kemudian disetujui sebagai judul riset. Ketiga, penelitian dan penulisan disertasi dengan bimbingan tim pembimbing. Keempat, ujian tertutup untuk menentukan kelulusan atau perbaikan disertasi didepan para penguji. Kelima, siding terbuka sebagai bakti bahwa disertasi telah dinyatakan lulus, sebab telah melalui proses pengujian, perbaikan dan keputusan kelulusan pasca siding tertutup.
Nah, jika setelah selesai siding terbuka, namun terdapat kesalahan mendasar, maka bisa karena cacat prosedur, bisa juga karena cacat epistemologi. Secara proseduran, sidang terbuka adalah hanyalah seremoni untuk bisa disaksikan publik dari hasil disertasi yang sudah dinyatakan lulus. maka, jika ternyata terdapat kesalahan fatal sebagaimana dialami oleh Abdul Aziz yang menghalalkan zina, maka patut dicurigai, baik kampus dan tim penguji serta pembimbangnya.
Baik secara prosedural maupun epistemologi, menurut pandangan penulis, disertasi saudara Abdul Aziz merupakan tamparan keras kepada kampus UIN Jogja. Dengan adanya kasus ini, maka terbukalah apa yang terjadi di UIN Jogja. Kampus yang seharusnya menjaga Islam, justru ikut merusak Islam.
SOLUSI DAN REKOMENDASI. Masalah disertasi ini bukan masalah yang sederhana, sebab melibatkan perguruan tinggi Islam dan berkaitan dengan syariat Allah tentang suatu masalah yang sudah sangat jelas. Reputasi kampus UIN Jogja akan dipertaruhkan saat meluluskan disertasi yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam.
Disertasi ini, meski disebut karya ilmiah, bisa juga merupakan delik hukum sebagai penistaan atas Islam. Perguruan tinggi Islam yang meluluskan disertasi yang bertentangan dengan Islam bisa saja dinon aktifkan atau setidaknya rektornya dipecat. Sebab jika kasus ini tidak ditangai secara benar dan serius, maka Islam akan semakin dihina oleh musuh-musuh Islam. Alih-alih menjaga kemuliaan Islam, perguruan tinggi Islam justru andil dalam menghancurkan Islam itu sendiri.
Untuk itu kementerian agama dan MUI serta ormas-ormas Islam harus bersepakat mencari solusi fundamental atas kasus ini. Pertama, mesti dirumuskan kembali kajian studi Islam agar tidak bertentangan dengan Islam itu sendiri. Kedua, bersepakat untuk menghilangkan metode hermeneutika, pemikiran liberal, sekuler dan pluralisme yang telah diharamkan MUI dari perguruan tinggi Islam. Ketiga, memberikan sanksi tegas kepada kampus UIN Jogja dan rektornya atas pelanggaran kode etik ini. Keempat, reorientasi dan rekonstruksi visi misi perguruan tinggi Islam sebagai pelopor kebangkitan peradaban Islam di dunia. Kelima, melakukan standarisasi dosen-dosen muslim yang benar-benar berkualitas.
Semoga kasus ini yang terakhir, semoga tidak ada lagi pemikiran-pemikiran sesat tumbuh dan muncul dari perguruan tinggi Islam. Sebaliknya dengan adanya kasus ini, semoga pemerintah sadar dan membangun perguruan tinggi Islam yang akan memajukan Islam, bukan malah merusak Islam.
Meski selama sistem sekulerisme masih bercokol di negeri ini, kasus-kasus seperti ini tidak akan bisa hilang seratus persen, bahkan bisa jadi makin bertambah. Berbeda jika negeri ini menggunakan sistem Islam, maka seluruh aspek di negeri ini harus disesuaikan dengan Islam, terutama bidang pendidikan.
[AhmadSastra,KotaHujan,04/09/19 : 15.15 WIB]
Posting Komentar untuk "Menyoal Disertasi UIN Jogja dan Liberalisasi Pendidikan Tinggi Islam"