Nek Aku Radikal, Koen Kate Lapo?
Foto kumparan |
Nek Aku Radikal, Koen Kate Lapo?
Saat ini kita seolah-olah dikepung, diintimidasi dan dihimpit dgn istilah radikalisme. Beberapa dosen dicabut jabatan fungsionalnya, bahkan ada yang dipecat. Beberapa Aparatur Sipil Negara juga mengalami nasib yang sama. Seorang siswa MAN di Sukabumi yang mengibarkan bendera tauhid, yang dilabeli sebagai siswa radikal, telah membuat seorang menteri kebakaran jenggot. Beberapa kampus telah dituduh secara serampangan, telah menjadi sarang radikalisme kalangan mahasiswa. Ulama yang mendakwahkan Islam kaffah juga dibatasi aktivitasnya, dimata-matai, difitnah dan bahkan dikriminalisasiyang sebagiannya masuk penjara. Beberapa kalangan ASN, pegawai BUMN, bahkan TNI, disebut sebuah lembaga survei bayaran, telah terpapar oleh radikalisme.
Sebetulnya apa sih yang dimaksud radikalisme oleh rezim (yang minim legitimasi dan diduga 'dimenangkan' secara curang) tersebut? Padahal sebetulnya radikalisme tidak memiliki definisi baku, dan narasinya yang dipropagandakan untuk memusuhi islam dan ajarannya.
Menurut Prof. Suteki, secara hukum, definisi radikalisme msh kabur/ obscure. Maka nomenklatur radikalisme dimanfaatkan sebagai alat rekayasa penyelamatan kepentingan/kekuasaan ( as a tool of interest engineering) yang rapuh dan minim legitimasi. Mengalihkan problem berat ekonomi yang menuju jurang krisis, kepada isyu abstrak yang tidak jelas juntrungannya.
Radikalisme juga sebagai isyu dan alat politik dengan mendompleng legitimasi hukum, untuk me-represi dan menggebuk pihak yg berseberangan dengan penguasa, kata Ahmad Khozinudin dalam sebuah forum diskusi. Patut difahami pula, bahwa war on radicalism yang digagas kapitalis kufur global telah memasuki babak baru dalam memerangi Islam, setelah gagal menjual isyu war on terrorism, masih menurut Ahmad Khozinuddin.
Radikalisme telah dijadikan rezim dzalim sebagai komoditas politik dengan target mendapat keuntungan dari juragan mereka yaitu para asing-aseng yang islamophobia. Rezim mengemis dan menjual murah melalui proposalnya, jika radikalisme tidak diperangi maka Indonesia akan dikuasai oleh kaum radikalis. Lebih jauh lagi, bahwa motif politik dalam isyu radikalisme adalah menghambat dan membungkam gerakan kebangkitan Islam politik dan Islam kaffah. Sama sekali tidak mengulik atau menyasar kepada Islam spiritual.
Justru mereka yang memusuhi ajaran Islam dan memusuhi kaum Muslim yang telah melakukan radikalisme. Sekuler radikal telah memaksakan untuk toleran terhadap LGBT. Kapitalis radikal telah menjual kekayaan sumber daya alam rakyat kepada swasta, baik domestik, maupun asing-aseng. Komunis radikal berusaha keras untuk menuntut permohonan maaf penguasa kepada PKI sebagai korban, bahkan berusaha keras menghapus Tap MPRS no XXV thn 1966, tentang haramnya PKI. Budha radikal telah melakukan genosida/pemusnahan muslim Rohingya. Yahudi radikal dan apartheid telah menjajah muslim Palestina di Gaza. Rezim China radikal yang melakukan penghapusan etnik dan keimanan terhadap jutaan muslim Uyghur dalam penjara raksasa di Xinjiang.
Jika yang dimaksud radikal adalah Islam kaffah, termasuk di dalamnya ajaran mulia khilafah, maka jangan takut disebut radikal. Mari menjadi radikal berjamaah. Nek aku radikal, koen kate lapo.
Wahai para penghasut radikalisme dengan framing busukmu, wahai corong-corong radikalisme antek Iblis dan Dajjal, kami katakan dengan teguh sepenuh izzah, fitnah keji kalian tentang radikalisme akan dihisab di mahkamah akhirat kelak [].
NB : ‘ Nek aku radikal, koen kate lapo’ adalah ungkapan bahasa Jawa Surabayan, artinya ‘Jika saya radikal, kamu mau ngapain’, terinspirasi dari ujaran suporter fanatik sepakbola Persebaya ‘ Nek Aku Bonek, Koen Kate Lapo’.
Posting Komentar untuk "Nek Aku Radikal, Koen Kate Lapo?"